Pemateri kedua pada Kuliah Tamu Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) untuk Peking University adalah Yayuk Windarti, M.Si, dosen Program Studi Antropologi FIB UB. Yayuk memberikan kuliah tamu dengan tema “Berjelajah di Jawa Timur, Indonesia” untuk lebih mengenalkan tentang Bahasa, budaya, dan wilayah di Jawa Timur pada Jumat (24/1/2025).
Jawa Timur, salah satu provinsi terbesar di Indonesia, menyimpan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa. Dengan ibu kota di Surabaya, wilayah ini mencakup pulau-pulau seperti Madura, Sapudi, Raas, dan Bawean. Selain dikenal sebagai lumbung padi nasional, Jawa Timur juga memiliki lanskap menakjubkan seperti Gunung Semeru, Kawah Ijen, Taman Nasional Baluran, hingga Bromo Tengger Semeru National Park yang menjadi daya tarik wisatawan dari seluruh dunia.
Jawa Timur adalah rumah bagi berbagai suku, termasuk Suku Tengger, Suku Osing, Suku Madura, dan Suku Jawa. Masing-masing memiliki tradisi dan keunikan budaya tersendiri. Suku Tengger, yang tinggal di kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, dikenal karena keramahtamahannya serta pelestarian tradisi leluhur.
Bahasa Jawa yang digunakan di wilayah ini memiliki ciri khas yang egaliter dan terus terang, bahkan di Malang terdapat bahasa Walikan—prokem unik berupa bahasa terbalik seperti “sam” untuk “mas” dan “nakam” untuk “makan.”
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah salah satu ikon utama Jawa Timur, dengan kaldera gunung api aktif dan lautan pasir vulkanik yang luasnya mencapai 10 km. Kawasan ini juga dikenal sebagai “Land of Edelweiss” karena bunga edelweiss yang tumbuh subur di sana. Sejak zaman kolonial, Bromo telah menjadi destinasi favorit wisatawan. Selain menikmati pemandangan, pengunjung dapat merasakan budaya lokal melalui interaksi dengan Suku Tengger.
Suku Tengger dikenal dengan tradisi Gegeni, yaitu kebiasaan berkumpul di sekitar tungku kayu bakar untuk saling berbincang dan menghangatkan diri. Tradisi ini mencerminkan eratnya ikatan persaudaraan mereka. Selain itu, mereka memiliki pakaian adat khas berupa udeng (ikat kepala) dan pakaian berwarna hitam yang berfungsi untuk melindungi dari suhu dingin di dataran tinggi.
Agama Hindu menjadi kepercayaan utama Suku Tengger, tetapi praktiknya berbeda dari Hindu di Bali. Mereka menjalankan berbagai ritual adat, seperti Kasada, Karo, dan Entas-entas, yang dipimpin oleh dukun adat. Sistem kalender mereka, yang disebut Mecak Tengger, digunakan untuk menentukan hari baik dalam pelaksanaan ritual.
Generasi muda Suku Tengger terus melestarikan kesenian lokal seperti tari Jaran Kepang, tari Ojong, dan tari Bantengan. Mereka juga memainkan gamelan dan alat musik tradisional, dengan dukungan dari sanggar kesenian sebagai pusat belajar dan pelestarian budaya.
Tradisi makan bersama juga menjadi simbol penting dalam budaya Suku Tengger. Ketika bertamu, seseorang diwajibkan makan sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah. Wisata Budaya dan Alam yang Memikat
Yayuk juga menjelaskah bahwa selain Gunung Bromo, Jawa Timur menawarkan berbagai destinasi wisata lain, seperti (1) Pantai Tiga Warna: Surga snorkeling dengan ekosistem terjaga, (2) Air Terjun Tumpak Sewu: Keindahan air terjun bertingkat, (3) Kampung Warna-Warni Jodipan: Seni mural yang memukau, (4) Museum Angkut: Koleksi transportasi bersejarah, dan sebagainya
“Melalui kekayaan budaya dan alamnya, Jawa Timur tidak hanya menjadi destinasi wisata, tetapi juga pusat pelestarian tradisi dan pendidikan kebudayaan,” pungkas Yayuk.
Jelajah Jawa Timur mengungkapkan betapa kaya budaya, sejarah, dan keindahan alam di wilayah ini. Suku Tengger, dengan tradisi dan keramahan mereka, menjadi salah satu warisan budaya yang patut dilestarikan. Dengan terus menjaga dan mempromosikan budaya lokal, Jawa Timur dapat menjadi jembatan untuk mengenalkan Indonesia ke dunia. [dts/Humas FIB]