Dunia akademik yang tak terbatas hanya di dalam kampus. Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) membawa keberagaman ke dalam aksi nyata. Pada Jumat (5/5/2023), Studio UBTV menjadi saksi diseminasi Program Sekolah Keragaman II.

Sekolah Keragaman adalah salah satu bentuk Pengabdian kepada Masyarakat yang dilakukan oleh FIB UB. Tujuan dari pengabdian ini adalah untuk menjembatani dunia akademik di kampus dengan kebutuhan masyarakat secara praktis.

Program Sekolah Keragaman ini diselenggarakan oleh Kelompok Kajian Wargakarta dari FIB UB bekerja sama dengan mahasiswa untuk turut serta dalam masyarakat. Tujuan utama program ini adalah agar ilmu yang dipelajari di perkuliahan dapat diaplikasikan secara langsung dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Program Sekolah Keragaman II berbeda dengan Program Sekolah Keragaman I, di mana mahasiswa hanya mengamati dan mencatat fenomena keragaman di sekitar mereka. Pada Program Sekolah Keragaman II, fokus utama adalah Pengabdian kepada Masyarakat. Warga desa bekerja sama dengan mahasiswa yang telah mengikuti Program Sekolah Keragaman sebelumnya.

Program Sekolah Keragaman II yang berlangsung dari Desember 2022 hingga Mei 2023 ini, difokuskan pada pelatihan promosi praktik baik dan pengelolaan keberagaman yang sudah ada dalam masyarakat.

Ada tiga tujuan utama dari Pengabdian kepada Masyarakat Program Sekolah Keragaman II ini. Pertama, meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui aspek-aspek positif seperti toleransi, kesetaraan ekonomi, dan kerukunan desa. Kedua, mahasiswa bersama masyarakat menciptakan program untuk mempromosikan nilai-nilai inklusivitas yang ada di setiap desa agar diketahui secara luas dan menjadi inspirasi di berbagai tempat. Ketiga, mahasiswa dapat belajar dan mengalami perbedaan di masyarakat untuk mengembangkan jiwa inklusivitas mereka.

Program Sekolah Keragaman II terdiri dari tiga rangkaian pelatihan yang berkelanjutan. Pertama, penggalian potensi praktik baik. Kedua, pelatihan training of trainer aktivis desa. Ketiga, pelatihan strategi gethok tular dan diseminasi.

Dalam pelaksanaannya, Kelompok Kajian Wargakarta bekerja sama dengan lima desa di sekitar Malang yang digali potensi dan keberagamannya agar dapat dikembangkan dan dikenal oleh masyarakat luas. Lima desa tersebut adalah Desa Mangliawan, Desa Mojorejo, Desa Selorejo, Desa Jambuwer, dan Desa Madiredo.

Desa Mangliawan menitikberatkan pelestarian sumber daya air sebagai wujud praktik baik yang dijalani bersama Program Sekolah Keragaman II. Desa Mangliawan telah menjadi teladan dalam pelestarian sumber daya air dan hubungan harmonis antar warga. Melalui praktik pengelolaan keragaman yang baik, mereka menciptakan lingkungan damai, harmonis, dan lestari. Kebersamaan, toleransi, dan inklusi menjadi nilai penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air. Desa Mangliawan berharap praktik baik ini dapat diwariskan kepada generasi berikutnya dan menginspirasi komunitas lain di seluruh negeri.

Desa Mojorejo memfokuskan implementasi praktik baik dalam kerukunan umat beragama. Desa ini menjadi salah satu desa di Kota Batu yang mendapat gelar “Desa Sadar Kerukunan Umat Beragama” dari Pemerintah Kota Batu maupun Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pada tahun 2021. Masyarakat Mojorejo mempraktikan kerukunan umat beragama yang tinggi. Mereka saling membantu dalam perayaan hari keagamaan, berkunjung, dan menjalin silaturahmi antar umat beragama.

Penduduk desa Mojorejo sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, toleransi, dan inklusi, yang menjadi pilar penting dalam membangun hubungan harmonis antar warga. Dengan mengelola keragaman yang baik, Desa Mojorejo menciptakan lingkungan damai dan lestari. Masyarakat menyadari pentingnya menjaga kerukunan untuk masa depan. Praktik ini diharapkan terus dijaga dan diteruskan kepada generasi berikutnya, menjadikan desa Mojorejo sebagai teladan kerukunan umat beragama.

Desa Selorejo memfokuskan implementasi praktik baik dalam Pelestarian Hutan Desa. Desa yang berlokasi di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang ini dihormati karena komitmennya dalam melestarikan hutan sebagai praktik baik yang sangat dihargai. Hutan Selorejo, yang terletak di lereng Gunung Kawi, memiliki peran krusial dalam kehidupan dan adat masyarakat. Warga Desa Selorejo, terutama di Dusun Gumuk dan dusun lainnya, secara aktif menjaga, menanam, dan melindungi sumber air dalam hutan. Mereka juga membentuk sebuah organisasi pengelola hutan dan mengembangkan destinasi ekowisata Bedengan.

Simbol semangat pelestarian hutan ini tercermin dalam budaya Wong Ireng. Melalui pengelolaan keragaman yang baik, Desa Selorejo menciptakan lingkungan yang damai, harmonis dan lestari. Masyarakat memahami pentingnya menjaga hutan untuk masa kini dan masa depan. Harapannya, praktik baik ini akan diteruskan kepada generasi mendatang, sehingga Desa Selorejo tetap menjadi contoh dalam pelestarian hutan dan pengelolaan lingkungan yang baik.

Desa Jambuwer memfokuskan kegiatan praktik baik mereka pada kegiatan bersih dusun. Kegiatan bersih dusun ini bersifat tahunan yang diadakan secara kolaboratif bersama lima dusun lainnya yaitu Dusun Krajan, Glagaharum, Bulupogog, Cakruk’an, dan Rekesan. Keterlibatan Desa Jambuwer bersama lima dusun tersebut menjadi bukti nyata semangat kebersamaan dan harmoni. Dalam acara tersebut, warga dari kelima dusun bergiliran membersihkan lingkungan desa dan melakukan sedekah bumi. Semua bekerja sama tanpa memandang perbedaan status dan agama, mencerminkan semangat kebersamaan.

Melalui koordinasi acara bersih dusun selama bertahun-tahun, masyarakat Desa Jambuwer telah membuktikan bahwa pengelolaan keragaman yang baik dapat membangun solidaritas yang kuat. Kebersamaan dan harmoni antar warga menciptakan lingkungan damai dan bahagia. Praktik baik ini diharapkan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.

Desa Madiredo menitikberatkan praktik baik pada kegiatan pengelolaan sampah. Kegiatan tersebut telah menjadi salah satu bentuk praktik baik yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Hal ini tentu disebabkan oleh kebersamaan dan perilaku gotong-royong yang selalu dibawa oleh warga setempat setiap kali mereka melakukan suatu kegiatan bersama-sama.

Masyarakat Desa Madiredo menciptakan lingkungan bersih, sehat, dan berkelanjutan melalui pengelolaan sampah yang efektif. Mereka sadar akan dampak negatif dari pembuangan sampah sembarangan terhadap lingkungan dan kesehatan. Dengan aktif memilah sampah organik dan anorganik, serta mengolah sampah organic menjadi pupuk, mereka bertujuan menjaga dan mewariskan praktik pengelolaan sampah yang baik bagi generasi mendatang. Desa Madiredo menjadi contoh dalam pengelolaan sampah yang efektif dan berkelanjutan.

Hipolitus K. Kewuel selaku ketua pelaksana Program Sekolah Keragaman berpesan agar masyarakat dari kelima desa tersebut tetap melanjutkan praktik-praktik baik yang sudah digagas bersama Kelompok Kajian Wargakarta FIB UB.

“Teruskan praktik-praktik baik itu, meski kadang ada perselisihan. Anggaplah hal itu menjadi ujian menuju kesempurnaan hidup bersama,” tungkas Hippo dalam sambutannya pada acara diseminasi Program Sekolah Keragaman II.

Diseminasi dari kegiatan praktik baik ini akan menjadi bibit-bibit baru yang berkembang di banyak tempat dan membentuk jaringan untuk mencapai kehidupan multikultural yang inklusif dan progresif. [LN/dts/Humas FIB]