Mahasiswa Sastra Jepang dan Pendidikan Bahasa Jepang Pelajari Omikoshi dari Komunitas Mikoshiren Jakarta

Puluhan mahasiswa Program Studi (PS) Sastra Jepang dan PS Pendidikan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) menyimak penjelasan Toshio Amagasa dengan seksama. Amagasa adalah perwakilan dari Mikoshiren Jakarta, sebuah komunitas yang bertujuan memperkenalkan dan melestarikan budaya Jepang di Indonesia, khususnya Omikoshi.

Omikoshi sendiri merupakan ikon wajib festival rakyat Jepang berupa miniatur kuil sebagai simbol kendaraan terbaik dari para-Dewa Shinto, pada umumnya ditandu dan diarak mengelilingi perkampungan atau dari satu kuil ke kuil yang lain sebagai rasa syukur atas panen yang baik dan permohonan dihindarkan dari bencana.

Kuliah tamu mengenai sejarah, nilai, dan makna Omikoshi ini digelar dalam rangka mempersiapkan mahasiswa untuk menerima hibah Omikoshi dari Mikoshiren Jakarta. Bertempat di Ruang Pertemuan 1 Perpustakaan UB, kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa (23/4/2024). Tidak sendiri, komunitas Mikoshiren Jakarta datang bersama Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya sebagai mitra kerja sama.

Selain pengetahuan mengenai Omikoshi, beberapa mahasiswa juga diajak mempraktikkan langsung kegiatan merakit dan mengangkat Omikoshi bersama-sama. Pada proses perakitan, Amagasa dan rekan-rekannya dengan sabar membimbing para mahasiswa untuk memasang dan mengikat balok-balok kayu di sekitar Omikoshi. Mereka bahu-membahu memastikan setiap bagian Omikoshi telah terpasang dengan kokoh.

Yang tidak kalah menarik, setelah kuliah tamu, Amagasa mengajak semua mahasiswa yang hadir, secara bergantian, untuk mencoba pengalaman mengangkat dan membawa Omikoshi. Pengarakan Omikoshi merupakan kegiatan yang memiliki nilai budaya dan spiritual yang kuat pada masyarakat Jepang. Para mahasiswa tampak begitu bersemangat untuk mengikuti instruksi Amagasa.

Salah satu mahasiswa PS Sastra Jepang, Ferdyan Rizal Mahlafi, membagikan pengalamannya dalam merakit dan mengangkat Omikoshi.

“Ada rasa bangga saat diajari secara langsung cara merakit Omikoshi oleh native Jepang. Apalagi tidak semua mahasiswa mendapat kesempatan untuk mempraktikkan langsung bersama ahlinya. Tidak ada rasa canggung sama sekali karena semua pandai berbahasa Indonesia dan sangat ramah,” jelas mahasiswa yang akrab disapa Ferdy itu.

Bagi Ferdy, pengalaman mengangkat Omikoshi tidak kalah seru. Ia mengaku sangat bersemangat saat mencoba membawa Omikoshi bersama teman-temannya.

“Walau pada awalnya agak kesulitan menyingkronkan gerakan dengan teman-teman yang lain, tetapi chant yang terus diteriakkan atas instruksi Mr. Amagasa menjadikan bebannya menjadi lebih ringan. Secara keseluruhan, prosesnya sangat seru,” tambahnya. [acl/dts/Humas FIB]