Mahasiswa FIB UB Menggali Ilmu Para Ahli Broadcasting Lewat Teaching Factory

Suara merdu Anandia Novirika bergema di seluruh ruangan Aula Gedung A Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB). Sebagai penyiar radio yang telah berkecimpung dalam dunia broadcasting selama bertahun-tahun, kepercayaan diri dan kepiawaiannya dalam berinteraksi dengan mahasiswa tidak diragukan lagi. Mahasiswa dan dosen yang datang secara luring mau pun daring menyimak dengan seksama penjelasan yang ia berikan.

FIB UB mengundang Ananda Novirika, penyiar radio senior Radio Republik Indonesia (RRI) Malang, untuk berbagi ilmu dan pengalamannya sebagai penyiar radio dalam Teaching Factory. Selain Ananda, FIB UB turut mengundang Yolinda Puspitarini, produser program televisi di Trans7; dan Dr. Harfiyah Widiawati, peneliti sekaligus anggota Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis (20/6/2024).

“Siapa, sih, yang masih mendengarkan radio sekarang? Sebenarnya, sekarang masih banyak segmen masyarakat yang masih setia mendengarkan radio. Mengapa? Karena ada interaksi yang intimate dengan penyiar di situ, yang tidak bisa didapatkan melalui media lain. Suasana yang diinginkan juga bisa dibangun oleh penyiar sehingga pendengar bisa menikmati hiburan audio yang lengkap,” ujar penyiar yang akrab dipanggil Nana itu.

Dengan antusias, ia menjelaskan cara menjadi penyiar radio yang berkualitas. Hal pertama yang ia tekankan adalah seorang penyiar radio perlu memiliki karakter vokal yang unik. Bermodal suara, penyiar radio harus memiliki karakter yang mudah dikenali pendengar. Tidak hanya itu, mereka juga harus berwawasan luas. Hal ini diperlukan untuk membangun narasi yang menarik dan informatif untuk pendengar dalam mengemas program. Kemampuan berbahasa Inggris juga akan mendukung seorang penyiar radio dalam mengakses, memahami, dan mengomunikasikan berbagai informasi, serta konten internasional kepada para pendengar.

“Yang tidak kalah penting, seorang penyiar radio harus ramah dan pandai bergaul. Tidak jarang penyiar radio harus mewawancarai bintang tamu. Saya pernah harus mewawancarai Ahmad Dhani di RRI Malang tanpa persiapan yang matang. Akhirnya, kebiasaan berbasa-basi dalam pergaulan sehari-harilah yang berhasil mencairkan suasana dan menjadikan bintang tamu lebih terbuka dalam menjawab pertanyaan,” tutur Nana.

“Kalau tidak ada (bintang tamu) pun, jarang bergaul dengan orang lain ini akan terbawa ketika siaran. Tentunya pembawaan kita akan lebih kaku daripada orang yang memang senang bergaul,” tambahnya.

Ia pun tidak ragu membagikan teknik-teknik olah vokal yang ia pelajari selama menjadi penyiar, bagaimana cara untuk menghasilkan suara dengan artikulasi yang jelas dan enak didengar.

Sesi ini terasa kurang lengkap tanpa mempraktikkan materi yang disampaikan secara langsung. Salah satu mahasiswa Program Studi (PS) Sastra Inggris, Farsya Aisyah, memberanikan diri untuk mempraktikkan opening dari siaran UB Radio. Nana mengapresiasi percobaan pertama Farsya yang dinilai telah baik bagi pemula. Nana juga memberikan pesan kepada seluruh peserta untuk sering berlatih dalam segi teknis dan memperbanyak interaksi dengan orang lain untuk meningkatkan kemampuan komunikasi.

Sesi kedua diisi secara daring oleh Yolinda Puspita Rini, produser berpengalaman yang telah terlibat dalam berbagai program televisi nasional di Trans7. Pembawaannya yang santai dan menyenangkan membuat materi yang diberikan menjadi lebih mudah dicerna. Dalam mempersiapkan karir di industri televisi, Yolinda menjelaskan bahwa ada lima hal yang paling penting untuk dimiliki, yaitu attitude, semangat, rasa penasaran yang tinggi, kemampuan menganalisis, dan jejaring.

“Di dunia televisi, tidak ada kata ‘saya’, yang ada adalah ‘kami’. Untuk menghasilkan produk berupa program televisi yang siap tayang, ada peran begitu banyak orang di dalamnya yang sama-sama penting. Maka, sebagai pekerja di industri ini, mental yang dibawa bukan lagi bekerja sebagai individu, tetapi sebagai satu tim besar,” jelasnya.

Ia juga berbagi pengalamannya dalam mengatasi berbagai tantangan dalam pekerjaan dan cara untuk menjadi solutif di setiap situasi.

“Apabila teman-teman ingin terus berkembang di dunia kerja, atau mempersiapkan diri untuk dunia kerja, terutama di media, teman-teman harus mulai belajar untuk menjadi aktif. Kalau teman-teman pasif, maka tidak akan bisa meraih apapun. Budaya aktif atau berani speak up ini, apabila belum ada pada diri teman-teman, bisa dikembangkan dari bangku perkuliahan ini. Bisa dengan cara aktif di kelas maupun banyak menyumbang ide di organisasi,” pesan Yolinda kepada peserta yang hadir.

Sesi ketiga dalam kegiatan Teaching Factory diisi oleh Dr. Harfiyah Widiawati dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang memberikan materinya secara daring. Dr. Harfiyah, seorang peneliti berpengalaman dengan latar belakang di bidang sastra membawa perspektif akademis yang mendalam dalam sesi ini. Ia membagikan pandangannya tentang pentingnya riset dan inovasi dalam pengembangan media dan budaya, memberikan wawasan yang berharga bagi mahasiswa dan dosen yang hadir​.

Kegiatan Teaching Factory yang diselenggarakan oleh FIB UB ini berhasil memberikan wawasan yang komprehensif dan mendalam kepada para mahasiswa dan dosen yang hadir. Dengan narasumber dari berbagai bidang, mulai dari penyiar radio, produser televisi, hingga peneliti dari BRIN, para peserta mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang industri media dan pentingnya riset dan inovasi. Kegiatan ini tidak hanya menginspirasi para mahasiswa untuk mengejar karir di bidang broadcasting, tetapi juga mengajarkan mereka nilai-nilai penting seperti kerja tim, keaktifan, dan keberanian untuk berbicara. [acl/dts/Humas FIB]